Setelah Nagari Sungai Nanam berdiri (1318) serta sudah mempunyai Balai-Balai Adat, Masjid, Tabuah dimasing-masing suku dan masing-masing kebesaran. Pada tahun 1866 diadakan pertemuan Tigo Nagari di perbatasan, yaitu di Tunggue Limo Abuang guna musyawarah untuk saling bekerjasama dalam mengurusi anak kemenakan dan masyarakat baik dalam adat dan syarak maupun dibidang sosial dan keamanan secara pemerintahan dil. Seperti bidang sosial, biia terjadi kebakaran sebuah rumah di Salimpek; kain, pacah balah dari Alahan Panjang, sumpik bareh yang dibuat dari mansiang bigau dari Sungai Nanam. Bila terjadi kebakaran di Alahan Panjang; pacah balah dan bareh dari Salimpek, sumpik bareh dari Sungai Nanam, biia terjadi kebakaran di Sungai Nanam ; kain, pacah balah dari Alahan Panjang, bareh dan sumpik bareh dari Salimpek begitulah buatan yang disepakati oleh Niniek Mamak dan semua Cadiek Pandai pada masa itu.

 

Kemudian hari, satu kali satu tahun diadakan pertemuan tanggal tiga Syawal jam Empat sore di Tunggue Limau Abuang seluruh anak kemenakan dari nan tigo, guna menyampaikan pitua, sidiq, tabligh dari masing-masing Nagari nan tigo yaitu :
1. Syarak di Salimpat, Imam menurut adat
2. Adat di Alahan Panjang, Khatib menurut adat
3. Pusako di Sungai Nanam, Biial menurut adat.

​

Selain pitua jo pangaja juga diadakan penyelidikan dari masing-masing Nagari ( Penyelidikan dari masing-masing Nagari (penelitian), apakah ada syarak nan talipua, adat nan talendo menurut adat ( masalah yang belum tuntas ), demikianlah adanya dengan catatan waktu itu belum ada kendaraan, itu yang disebut menurut adat Tali Sapilin KambaTigo:
1. Lima orang Penghuiu dari Salimpek
2. Tiga orang penghuiu dari Alahan Panjang
3. Enam orang penghuiu dari Sungai Nanam (5 +1)

 

Rang yang seadat sepusako, samalu sahino pada masa dahulu hari dan anak kemenakannyo saling masuk-masukan dalam hal milik dan tempat tinggal sampai sekarang.